Kamis, 14 Juli 2016

Al- Thariqah al- Sam`iyah al- Syafahiyyah ( Metode Audio-lingual )



A.     Pendahuluan
Dalam keberadaan manusia sebagai mahkluk yang berbudaya dan mahkluk sosial, bahasa merupakan alat utama dalam mendukung segala aktifitas manusia. Dengan kata lain, tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa. Bahasa adalah sebuah sistem dalam kehidupan manusia sehari-hari yang berkaitan dengan dengan susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau memiliki fungsi. Sistem bahasa ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan lainnya berhubungan secara fungsional (Chaer, 2007: 34). Secara sistematis bahasa merupakan pola-pola keteraturan yang membentuk suatu sistem yang tunggal yang dibentuk dari komponen-komponennya.
Bahasa juga bersifat unik yaitu mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Keunikan ini meliputi sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem huruf, dan sebagainya. Selain keunikan yang membuat perbedaan antara bahasa, ada unsur kesamaan yang juga dimiliki masing-masing bahasa, misalnya masing-masing bahasa memiliki persamaan umum seperti vokal dan konsonan.
Perkembangan pembelajaran bahasa arab yang semakin meningkat dari masa ke masa, membuat para ahli bahasa semakin aktif dalam menemukan strategi dan metode pengajaran bahasa arab yang baru. Sehingga pada awal tahun 1947 muncullah metode sam`iyah syafahiyah. Untuk lebih mengetahui tentang metode ini, penulis akan membahas tentang latar belakang, karakteristik, kelebihan dan kekurangan serta langkag-langkah yang harus dilakukan pada metode sam`iyah syafahiyah ini.

B.      Pembahasan
1.      Latar belakang lahirnya metode sam`iyah syafahiyah
Metode audiolingual (sam`iyah syafahiyah) mula-mula muncul di Amerika Serikat. Kelahirannya tidak terlepas dari konteks sosial politik negara itu. Yaitu ketika terjadinya pergolakan perang dunia ke II. Saat itu amerika mengalami kekalahan perang, maka untuk kepentingan kepenggalangan kekuatan baru ia sangat membutuhkan personalia yang sangat lancar berbahasa asing yang mampu bekerja sebagai penerjemah, agar bisa berkomunikasi langsung dengan penduduk setempat. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan suatu program yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa asing secara cepat sebagai tindak lanjutnya, pemerintahan amerika serikat menugaskan beberapa universitas untuk merencanakan program pengajaran bahasa asing untuk para personalia militer yang mempunyai kemampuan bahasa yang diperlukan. Maka didirikanlah badan yang dinamakan Army Specialized Training Program (ASTP) pada tahun 1942.
Tujuan dari program ini adalah agar peserta memiliki keterampilan berbicara dalam beberapa bahasa asing. Oleh karena tujuan ini bukan hal yang lazim di AS pada waktu itu, maka diperlukan pendekatan dan metode yang lain daripada yang lain. Maka muncullah metode yang dikenal dengan Army Method. Pada mulanya metode ini ditujukan pada kalangan militer tapi selanjutnya digunakan juga untuk umum. Metode ini pada dasarnya mengintensifkan prinsip-prinsip pada direct method atau metode langsung yang dikembangkan oleh Carles Berlitz di jerman menjelang abad ke-19. Metode ini mencoba menstimulasikan cara belajar bahasa asing secara langsung dan intensif dalam komunikasi. Pelajar bahasa asing dalam hal ini dibiasakan untuk berfikir dengan bahasa asing. Oleh karena itu pengguna bahasa ibu dan bahasa kedua dielakkan sama sekali. Melihat adanya peningkatan kebutuhan akan penguasaan bahasa asing memandang perlu adanya metode yang dipandang lebih berhasil guna, maka pada tahun 1947 muncullah metode audiolingual[1].

2.      Karakteristik
`karakteristik yang menonjol dari metode sam`iyah syafahiyah (audiolingual) ini menurut Fuad Efendi  adalah:
a.       Tujuan pengajarannya adalah penguasaan empat keterampilan berbahasa secara seimbang.
b.      Urutan penyajiannya adalah menyimak dan berbicara baru kemudian membaca dan menulis.
c.       Model kalimat bahasa asing diberikan dalam bentuk percakapan untuk dihafalkan.
d.      Penguasaan pola kalimat dilakukan dengan latihan-latihan pola.
e.       Kosa kata dibatasi secara ketat dan selalu dihubungkan dengan konteks kalimat atau ungkapan bukan sebagai kata-kata lepas yang berdiri sendiri.
f.       Pengajaran sistem bunyi secara sistematis agar dapat digunakan atau dipraktekan oleh pelajar dengan teknik demonstrasi, peniruan komparasi, kontras dan lain-lain.
g.      Pelajaran menulis merupakan representasi dari pelajaran mberbicara.
h.      Penerjemahan dihindari.
i.        Gramatika tidak diajarkan pada tahap permulaan.
j.        Pemilihan materi ditekankan pada unit dan pola yang menunjukan adanya perbedaan struktural antara bahasa asing yang diajarkan dan bahasa ibu pelajar.
k.      Kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan siswa dalam memberikan respon  harus sungguh-sungguh dihindari.
l.        Guru menjadi pusat dalam kegiatan kelas.
m.    Penggunaan bahasa rekaman, laboratorium bahasa dan visual sangat dipentingkan[2].
Dan secara singkat bisri musthafa dan abdul hamid mengemukakan ciri-ciri penggunaan thariqah as-sam`iyah al-syafawiyah adalah sebagai berikut:
a.       Metode ini berangkat dari gambaran bahwa bahasa adalah seperangkat simbol-simbol suara yang dikenaloleh anggota masyarakat untuk mengadakan komunikasi diantara mereka. Maka tujuan pokok pengajaran bahasa arab adalah memberi bekal kemampuan bagi selain penutur arab agar mampu berkomunikasi aktif dengan penutur arab dengan berbagai keterampilan dan dalam berbagai situasi.
b.      Guru dalam mengajarkan keterampilan bahasa mengikuti urutan asli pemerolehan bahasa pertama, yaitu dari keterampilan mendengar dahulu kemudian menirukan pembicaraan orang-orang sekitar dan mengucapkan kata-kata, membaca dan terakhir menulisnya. Jadi urutan 4 ketrampilan bahasa menurut metode ini adalah dimulai dari istima`, kalam, qiraah dan kitabah.
c.       Metode ini didasarkan pada pandangan ahli antropologi kebudayaan. Bahwasanya budaya bukanlah sekedar bentuk seni atau sastra akan tetapi budaya merupakan gaya hidup yang melingkupi kehidupan suatu kelompok yang berbicara dengan bahasa mereka. Oleh sebab itu mengajarkan bentuk-bentuk budaya arab adalah hal yang lazim ditengah-tengah pengajaran bahasa[3].
Bedasarkan kepada berapa karakteristik diatas, para pemerhati bahasa memberikan penilaian yang berkaitan dengan metode ini menurut mereka pola pengajarannya yang berurutan dari stimulus-respon, pada gilirannya melahirkan output yang mekanistis, yaitu peserta didik yang terkadang tidak mengetahui atau tidak memikirkan makna ujaran yang diungkapkan. Keaktifan siswa didalam kelas adalah keaktifan yang semu, karena mereka hanya merespon rangsangan guru. Namun demikian metodde ini telah mengokohkan pondasi yang kuat bagi pemekaran pengajaran bahasa khususnya dalam keterampilan pelafalan yang akurat[4].

3.      Kelebihan dan kelemahan
Metode sam`iyah syafahiyah ini merupakan metode yang cocok dan lebih ditekankan pada pembelajaran mendengar dan berbicara. Oleh sebab itu metode ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan dari kelemahan ini adalah :
a.       Para pelajar memiliki keterampilan pelafalan yang bagus
b.      Para pelajar terampil dalam membuat pola-pola kalimat baku yang sudah dilatihkan
c.       Pelajar dapat melakukan komunikasi lisan dengan baik karena latihan menyimak dan berbicara intensif
d.      Suasana kelas hidup karena para pelajar tidak tinggal diam, harus terus menerus merespon stimulus guru.
Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah:
a.       Respon para pelajar cendrung mekanistis, sering tidak mengetahui atau tidak memikirkan makna ujaran yang diucapkan. Kondisi ini bisa berjalan selama beberapa bulan, sehingga para pelajar yang sudah dewasa banyak mengalami kebosanan.
b.      Pelajar bisa berkomunikasi dengan lancar hanya apabila yang digunakan telah dilatihkan sebelumnya didalam kelas.
c.       Makna kalimat yang diajarkan biasanya terlepas dari konteks, sehingga pelajar hanya mengalami satu makna. Padahal suatu kalimat atau ungkapan bisa mempunyai beberapa makna tergantung konteksnya.
d.      Keaktifan siswa didalam kelas adalah keaktifan yang semu, karena mereka hanya merespon rangsangan guru.
e.       Karena kesalahan dianggap dosa maka pelajar tidak dianjurkan berinteraksi secara lisan atau tertulis sebelum menguasai pola secara benar. Akibatnya pelajar kaku menggunakan bahasa.
f.       Latihan-latihan pola bersifat manipulatif tidak kontekstual dan tidak realistis[5].
Secara singkat bisri juga mengemukakan tentang kelemahan dan kelebihan metode ini (sam`iyah syafahiyah), kelebihannya adalah;
a.       Memberi banyak latihan dan praktik dalam aspek keterampilan menyimak dan berbicara
b.      Para siswa menguasai pelafalan dengan baik
c.       Para siswa terampil dalam membuat pola-pola kalimat seperti yang telah dilatihkan
Dan kekurangannya antara lain adalah;
a.       Sangat membutuhkan guru yang terampil dan cekatan
b.      Ulangan seringkali membosankan serta menghambat penghipotesisan kaedah-kaedah bahasa
c.       Kurang sekali memberikan perhatian pada ujaran/tuturan spontan, karena para siswa dilatih merespon secara mekanistis sebagai respon dari stimulus[6].

4.      Langkah-langkah penyajian
Untuk mempermudah pengaplikasian dari metode ini, staretegi merupakan sarana untuk mencapai target tersebut, tujuan dari strategi tersebut adalah agar mampu menjadi solusi alternatif dalam rangka menghilangkan kejemuan dan kesulitan dalam pengajaran bahasa arab.
Tujuan utama pengajaran bahasa asing melalui metode ini adalah : kemahiran mendengarkan sehingga mampu memahami atau mengerti dengan pembiasaan yang berulang-ulang terhadap bunyi atau ucapan-ucapan bahasa itu sampai menimbulkan kepekaan alat indra (telinga) sehingga serasi dan mudah dipahami. Meskipun pembicaraan cepat dan panjang dengan menyebutkan huruf kata berangkai yang sukar dimengerti, tetapi bila telinga sudah terbiasa dan peka terhadap bahasa atau ucapan itu maka akan mudah dimengerti[7]. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan langkah-langkah yang tepat dalam pengaplikasian metode sam`iyah syafahiyah ini. Banyak para ahli bahasa berpendapat tentang langkah-langkah dari metode ini. Menurut fuad efendi langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :
a.       Penyajian dialog atau bacaan pendek dengan cara guru membacanya berulang kali dan pelajar menyimak tanpa melihat teks
b.      Peniruan dan penghafalan dialog bacaan pendek dengan teknik menirukan bacaan guru kalimat perkalimat secara klasikal, sambil menghafalkan kalimat-kalimat tersebut
c.       Penyajian pola-pola kalimat yang terdapat dalam dialog atau bacaan pendek terutama diaggap sukar karena terdapat struktur atau ungkapan yang berbeda dengan struktur dalam bahasa ibu pelajar
d.       Dramatisasi dialog atau bacaan pendek yang sudah dilatihkan
e.       Pembentukan kalimat-kalimat lain yang sesuai dengan pola-pola kalimat yang sudah dipelajari[8].
Asep kurniawan juga memberikan  pendapat tentang lagkah-langkah metode ini. Ada beberapa langkah penggunaan metode audio lingual. Sebagaimana metode ini yaitu mendengarkan dan berbicara, maka dalam aplikasinya lebih menekankan 2 aspek ini sebelum ke 2 aspek yang lain. Yang perlu diperhatikan dalam metode ini antara lain:
a.       Pelajar harus menyimak kemudian berbicara, membaca dan akhirnya menulis
b.      Tata bahasa harus disajikan dalam bentuk pola-pola kalimat atau dialog-dialog dengan topik situasi sehari-hari
c.       Latihan harus mengikuti operant-conditioning
d.      Semua  unsur tata bahasa harus disajikan dari yang mudah kepada yang sukar atau bertahap
e.       Kemungkinan-kemungkinan untuk membuat kesalahan dalam memberi respon harus dihindari[9].
Hal yang sama juga diungkapkan oleh zainul arifin dalam bukunya  dan `abdul halim hanafi dalam bukunya thuruq ta`limul lughah al-`arabiyah, bahwa langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ini adalah:
a.       Dimulai dengan hiwar dan qiraah yang pendek, caranya guru membaca beberapa kali dan murid mendengarkannya tanpa melihat teks
b.      Murid menirukan hiwar dan qiraah dan menghafalnya
c.       Guru mengemukakan pola-pola jumlah yang ada pada hiwar dan qiraah.
d.      Menampilkan hiwar dan qiraah yang dihafalkan dan dilatihkan didepan kelas
e.       Menjadikan jumlah-jumlah tersebut sesuai dengan pola-pola jumlah yang telah dipelajari[10].
f.       Latihan sekitar nas / qiraah
g.      Latihan diluar nas / qiraah[11].
Terlihat bahwa metode audio-lingual (sam`iyah syafahiyah) pada dasarnya tidak hanya menekankan latihan pembiasaan para pelajar untuk membentuk kecakapan berbahasa, tetapi juga kecermatan pengajar dalam membimbing mereka sangat diperhatikan. Oleh sebab itu seorang pengajar harus benar-benar menguasai prinsip-prinsip itu.
C.      Penutup
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa, metode sam`iyah-syafahiyah (audio-lingual) adalah salah satu metode yang ada dalam pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pada kemahiran mendengar dan berbicara. Metode ini memiliki beberapa karakteristik, kelebihan dan kelemahan sebagaimana ada dalam pembahasan makalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar