Kamis, 14 Juli 2016

PENINGKATAN KUALITAS MAJELIS TA’LIM DALAM ESKALASI MUNCULNYA ALIRAN DAN PAHAM KEAGAMAAN



A.    PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan tugas dan tanggung jawab bersama yang dilaksanakan secara sadar, baik dari pihak pendidik maupun pihak terdidik. Kesadaran dalam melaksanakan pendidikan dimaksudkan untuk mencapai kedewasaan dan kematangan berfikir yang dapat diusahakan melalui beberapa proses pendidikan, yaitu proses pendidikan formal dan nonformal.
Sejak tahun 1980–an pertumbuhan lembaga–lembaga pendidikan Islam Luar Sekolah yaitu pendidikan yang dikelola oleh masyarakat di luar jalur pendidikan sekolah tampak cukup pesat, terutama di kota–kota besar. Fenomena ini ditandai dengan munculnya Taman Pendidikan  Al-Qur’an (TPA), Taman Kanak–Kanak Al-Qur’an (TKA), Madrasah Diniyah, Majelis Ta’lim, dan bentuk–bentuk pengajian keagamaan lainnya. Bentuk–bentuk pendidikan demikian terlihat sepintas menggantikan model pengajian Al-Qur’an di masjid atau langgar yang pernah ada sebelumnya , tapi mengalami perubahan baik bentuk maupun isinya.[1]
Majelis ta’lim dalam pengertian sederhana adalah tempat belajar atau mencari ilmu. Tentu yang dimaksud adalah ilmu agama Islam. Berbeda dengan lembaga pendidikan formal yang mempunyai kurikulum baku, majelis ta’lim jauh lebih longgar, bahkan tanpa ikatan formal sebagaimana lembaga pendidikan pada umumnya. kekhasan dari Majlis Ta’lim adalah tidak terikat pada paham dan  organisasi keagamaan  yang sudah tumbuh dan berkembang.  Sehingga menyerupai kumpulan pengajian yang diselenggarakan atas dasar kebutuhan untuk memahami Islam.[2] Hal ini dilakukan sebagaimana firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 122:
* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ  
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”(Qs. At-taubah:122)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan sebagian orang-orang mu’min untuk pergi perang yang sebagian lainnya memperdalam ilmu agama (Tafaqquh Fiddiin).
Tafaqquh Fiddiin menurut bahasa diambil dari kata Tafaqquh dan Fiddiin. Kata Tafaqquh dari kata “Faqaha” artinya “Ghalabahu Fil Ilmi” (mengalahkan dalam ilminya)  dan dari “Faqiha” dan “Faquha” artinya “’Alima” dan “Fahima” Isim masdarnya “Fiqh”. Tafaqqaha artinya “ta’allama al-fiqha wa ta’athahu” (mempelajari fiqh dan menjalankannya) dan “tafaqqaha asy-syai’a” (memahami sesuatu). Al-fiqh artinya mengetahui sesuatu dan memahaminya.[3] Kemudian diikutkan wazan “Tafa’’ala” menjadi “Tafaqqaha” yang mempunyai faidah “Lish-shoiruroh”,[4] yaitu menjadikan suatu keadaan pada keadaan lain[5] artinya “menjadi faham, menjadi tahu” atau “mendalami”. Sedangkan fiqih menurut bahasa berati “pemahaman, pengertian atau pengetahuan”.[6]
Berdasarkan pengertian di atas diharapkan masyarakat yang bergabung di majelis ta’lim memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang ajaran Islam, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh beberapa aliran dan pemahaman keagamaan seperti Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar, sebelumnya dikenal dengan nama Komunitas Millah Abraham (Komar). Gerakan ini merupakan bentuk transformasi dari aliran Al- Qiyadah, yang didirikan pada 2006 oleh Ahmad Musadeq. Gerakan mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Judaisme (Yahudi) ini awalnya berkembang di sejumlah wilayah Depok, terutama di wilayah Beji dan Cilodong.[7]
Aliran sempalan lainnya seperti Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad dari India masuk ke indonesia tahun 1935. Aliran ini mengakui bahwa Mirza Ghulam sebagai nabi setelah Rasulullah maka mereka sesat.[8]
Melihat fenomena yang ada penulis bermaksud mengkaji lebih lanjut hal-hal yang terkait dengan judul makalah “Peningkatan Kualitas Majelis Ta’lim dalam Eskalasi Munculnya Aliran dan Paham Keagamaan” .
B.     Fenomena Majelis Ta’lim di Tengah Masyarakat
Kehadiran majelis ta’lim di masyarakat ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Di satu sisi majelis ta’lim merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat terhadap upaya pencerahhan jiwa yang bersumber dari nilai-nilai keislaman dan di sisi lain, lenturnya manajemen keorganisasian majelis itu membuat kehadirannya bisa membaur ke semua elemen masyarakat tanpa sekat kelas sosial.[9]
Majelis ta’lim berasal dari dua suku kata, yaitu kata majelis dan kata ta’lim. Dalam bahasa Arab kata majelis (مجلس) adalah bentuk isim makan (kata tempat ) kata kerja dari جلس   yang artinya “ tempat duduk, tempat sidang, dewan.[10] Kata ta’lim dalam bahasa Arab merupakan masdar dari kata kerja (  علم- يعلم-تعليم) yang mempunyai arti “ pengajaran”.[11]
Dalam Kamus Bahasa Indonesia pengertian majelis adalah   Lembaga  (Organisasi) sebagai wadah pengajian dan kata Majlis dalam kalangan ulama’ adalah lembaga masyarakat nonpemerintah yang terdiri atas para ulama’ Islam.[12] Adapun arti  Ta’lim adalah  Pengajaran , jadi menurut arti dan pengertian di atas maka secara istilah majelis ta’lim adalah Lembaga Pendidikan Non Formal[13] Islam yang memiliki kurikulum sendiri/aturan sendiri, yang diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dan Allah, manusia dan sesamanya dan manusia dan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Dari pengertian di atas tentunya majelis ta’lim mempunyai perbedaan  dengan lembaga-lembaga lainnya, tentunya sebagai lembaga non formal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.     Sebagai lembaga non formal maka kegiatannya dilaksanakan dilembaga-lembaga khusus masjid, mushola, atau rumah-rumah anggota bahkan sampai ke hotel-hotel
2.     Tidak ada aturan kelembagaan yang ketat sehingga sifatnya suka rela.
3.     Bertujuan mengkaji, mendalami dan mengamalkan ajaran Islam disamping berusaha menyebarluaskan.
4.     Antara ustadz pemberi materi dengan jamaah sebagai penerima materi berkomonikasi secara langsung.[14]
Berarti majelis ta’lim adalah wadah pembentuk jiwa dan kepribadian yang agamis yang berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh gerak aktivitas kehidupan umat Islam Indonesia, maka sudah selayaknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islami mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat, sehingga tercipta insan-insan yang memiliki keseimbangan antara potensi intelektual dan mental spiritual dalam upaya menghadapi perubahan zaman yang semakin global dan maju. Selain itu majelis merupakan wadah bagi seseorang untuk mencapai tingkat tafaqquh fiddin.

C.     Fungsi dan Tujuan Majelis Ta’lim
Sebagai lembaga yang mengurusi umat, majelis ta’lim sudah seharusnya mendapat perhatian khususnya dalam menghadapi tantangan global seperti saat ini. Setidaknya terdapat 3 fungsi majelis ta’lim yakni:
1.     Sebagai lembaga keagamaan. Majelis ta’lim harus mencerminkan dirinya mampu mengurusi masalah keagamaan umat.
2.     Sebagai lembaga pendidikan yang berorientasi pada dakwah, majelis ta’lim seharusnya tidak hanya mentransfer ilmu, akan tetapi mensyaratkan adanya perubahan pada dimensi kognitif, afektif maupun psikomatorik, sehingga nilai-nilai Islam bisa diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
3.     Sebagai lembaga pembinaan ekonomi dan sosial.[15]
Selain tiga fungsi tersebut di atas sebagai contoh, FKMT Provinsi DKI Jakarta memformat secara khusus fungsi majelis ta’lim sebagai berikut:
1.      Sebagai pusat pembelajaran Islam
2.      Sebagai pusat konseling Islam
3.      Sebagai pusat pengembangan budaya dan kultur Islam
4.      Sebagai pusat pemberdayaan ekonomi
5.      Sebagai pusat silaturrahmi, informasi dan rekreatif.[16]
Dilihat dari segi tujuan, majelis ta’lim termasuk sarana dakwah Islamiyah yang secara self standing dan self disciplined mengatur dan melaksanakan berbaga kegiatan berdasarkan musyawarah untuk mufakat demi untuk kelancaran pelaksanaan ta’lim Islami sesuai dengan tuntutan pesertanya. Dilihat dari aspek sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang banyak terdapat lembaga pendidikan Islam memegang peranan sangat penting dalam penyebaran ajaran Islam di Indonesia. Disamping peranannya yang ikut menentukan dalam membangkitkan sikap patriotismedan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan Indonesia, lembaga ini ikut serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dilihat dari bentuk dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang berbentuk langgar, surau, rangkang.[17]

D.    Penataan Kurikulum Majelis Ta’lim
Dalam prakteknya, banyak Majelis Ta’lim yang tidak menyusun atau menerapkan kurikulum (rancangan) ta’lim sebagai dasar pengajaran. Pengurus majelis ta’lim biasanya hanya menyerahkan pilihan materi ta’lim kepada ustadz (pengajar) tanpa konsep yang disusun oleh Majelis Ta’lim terlebih dahulu. Seyogyanya pengurus Majelis Ta’lim perlu membuat semacam perencanaan atau rancangan ta’lim (kurikulum) agar kegiatan Majelis Ta’lim bisa berjalan dengan terencana, sistematis dan lebih mudah untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang telah berjalan, sekaligus bisa memberikan manfaat yang lebih baik kepada anggotanya. Salah satunya adalah dengan menyusun sebuah kurikulum atau rancangan ta’lim yang nantinya bisa dijadikan dasar pengajaran bagi Majelis Ta’lim itu sendiri.
Dalam penataan kurikulum yang dapat menunjang keberhasilan pembinaan dari majelis ta’lim tersebut perlu diperhatikan beberapa hal di antaranya:
1)     Penetapan standar kompetensi yang akan dituju dari pengajian yang dilakukan. Seperti:
·         Jamaah dapat mengagumi, mencintai dan mengamalkan Al-Quran serta menjadikannya sebagai bacaan istimewa dan pedoman utama.
·        Jamaah dapat memahami serta mengamalkan Dinul Islam dengan segala aspeknya dengan benar dan proposional.
·        Jamaah menjadi muslim yang kaffah dan memiliki akhlakul karimah.
·        Jamaah bisa melaksanakan ibadah harian yang sesuai dengan kaedah-kaedah keagamaan secara baik dan benar.
·        Jamaah mampu menciptakan hubungan silaturahim dengan baik.
·        Jamaah bisa meningkatkan taraf hidupnya ke arah yang lebih baik.
2)     Pembinaan Materi pengajian. Sebaiknya materi pengajian yang diberikan meliputi enam sasaran yaitu; pembacaan al-Qur’an, ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, aqidah, syari’ah, akhlak dan sejarah Islam. Materi ini sebaiknya diberikan dalam bentuk kurikulum tetap, sehingga jamaah dalam menyerap materi yang disampaikan berkesinambungan sekaligus sebagai panduan pokok pembimbing pengajian. Penyusunan kurikulum pengajian dapat disesuaikan dengan kebutuhan materi dari pada jamaah pengajian.[18]
      Dengan memperhatikan beberapa hal yang disebutkan di atas, diharapkan dengan ditetapkannya kurikulum yang ditetapkan oleh majelis ta’lim dapat membimbing jamaahnya sampai pada tingkat pemahaman agama yang tepat. Pemahaman yang akan menjadi benteng mereka menghadapi berbagai macam paham-paham keagamaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
E.     Kualitas Majelis Ta’lim Terhadap Eskalasi Munculnya Aliran dan Paham Keagamaan
Sebagai lembaga keagamaan dan pendidikan yang berorientasi pada dakwah, majelis ta’lim harus mampu mengurusi masalah keagamaan umat dan menjadi wadah menuntut ilmu. Dalam memahami teks keagamaan di kalangan masyarakat Indonesia berkembang dua model penafsiran. Pertama penafsiran secara tekstual dan kedua kontekstual. Dari penafsiran secara kontekstual memunculkan pemahaman keagamaan yang bersifat liberal. Menurut mereka yang bersifat liberal, pemahaman keagamaan (tafsir) selama ini mengalami kemandegan.[19] Hal ini berakibat pada adanya perbedaan paham antar umat Islam hingga muncul berbagai aliran sempalan.
Martin Van Bruinessen berpendapat, dibaca dari perspektif sosiologis, kemunculan aliran sempalan itu sebenarnya tidak terlalu problematik, tetapi memang akan sangat bermasalah ketika ditinjau dari sisi politik dan paham keagamaan mayoritas umat Islam pada saat itu.[20]
Said Aqiel Siradj menyatakan bahwa monoton dan banyaknya nuansa ketidakseriusan dari materi dakwah yang disampaikan diduga kuat menjadi pemicunya. Kondisi ini diperparah ketika dakwah tidak lagi bersifat mengajak, tetapi lebih terkesan memprovokasi, sehingga dengan mudah sekali memunculkan kebencian di kalangan umat.[21]
Namun begitu, Majelis ta’lim mesti mampu menjawab tantangan ini dengan melahirkan orang-orang yang memiliki ilmu dan tafaqquh fiddin. Dengan begitu setiap aliran dan paham keagamaan yang telah muncul dan akan muncul di dunia ini tidak akan mampu memberikan pemahaman yang salah pada jiwa yang dipenuhi ilmu dan pemahaman agama yang tepat.


Firman Allah pada surat Az-zumar ayat 9 :
3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ ……. ÇÒÈ  
“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(Qs. Az-zumar:9)

Potongan ayat di atas membandingkan antara orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu). Terkait hal itu, dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa tidak akan sama antara orang berilmu dan orang bodoh. [22]
Dengan begitu jelas bahwa tidak akan bisa disamakan antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Bahkan Allah meninggikan kedudukan orang yang berilmu beberapa derjat dibandingkan orang yang tidak berilmu. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-mujadillah ayat 11:
Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ÇÊÊÈ  
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”.(Qs.Al-Mujadillah:11)[23]
Ayat lain tentang menuntut ilmu yakni firman Allah surat An-nahl: 43 
... فَسئَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
Artinya :
“… maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. (Qs. An-nahl :43)

Ayat di atas memerintahkan untuk bertanya tentang ilmu pengetahuan bagi orang yang tidak mengetahuinya, terutama pengetahuan tentang ilmu-ilmu agama, tentang nabi-nabi dan tentang kitab-kitab Allah. Perintah bertanya tentang ilmu di sini berarti perintah untuk mendalami ilmu pengetahuan terutama pengetahuan tentang agama dalam bentuk pendalaman agama (tafaqquh fiddin). Sesuai dengan firman Allah surat At-taubah ayat 122 :
* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ  
“tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Qs.At-taubah: 122).[24]
F.      PENUTUP
Kesimpulan
Peningkatan kualitas majelis ta’lim sangat diperlukan guna menjawab tantangan akan eskalasi munculnya aliran dan paham keagamaan. Sasaran akhirnya adalah tingkat tafaqquh fiddin akan diperoleh oleh jamaah majelis ta’lim yang berkualitas, dengan begitu apapun aliran dan paham keagamaan yang ada tidak akan mudah merobah pendirian dan pemahaman seseorang yang beramal berdasarkan ilmu.
Pada dasarnya aliran dan paham keagamaan yang ada saat ini merujuk pada sumber yang sama yakni al-Qur’an dan sunnah, hanya saja dalam memahami ayat dan hadits terdapat perbedaan pemahaman sehingga lahirlah aliran dan paham keagamaan yang sesuai dengan ajaran Islam da nada juga aliran dan paham sempalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar