Kamis, 14 Juli 2016

EKSISTENSI PAHAM-PAHAM KEAGAMAAN DALAM INTERPRETASI SOSIOLOGIS MENURUT AL-QUR’AN




I.       Pendahuluan
Paham-paham keagamaan makin bermunculan di banyak tempat. Islam menjadi trend kehidupan dalam masyarakat. Pemahaman keagamaan dalam pertumbuhannya melahirkan adanya klaim kebenaran (truth claim) yang kemudian memperuncing relasi antar umat beragama di satu sisi, dan pemahaman sepihak terhadap doktrin-doktrin keagamaan.[1]
Sejalan dengan hal di atas, setiap penganut agama biasanya mengaktualisasikan ajaran keagamaannya sebagai pedoman hidup dalam perilaku sosial dalam masyarakat.[2] Perbedaan dalam cara memperjuangkan paham keagamaan  yang dianut ternyata menimbulkan pro dan kontra yang berkepanjangan, sehingga terjadi ketegangan yang cukup memprihatinkan. Ironisnya hal itu terjadi pula perang pendapat di berbagai media massa antara tokoh agama yang dianggap moderat dengan kelompok-kelompok yang dicap sebagai “radikal”. Akibatnya dari perang pendapat tersebut memunculkan konflik antara pendukung kedua belah pihak.[3]
Apabila dirunut ke belakang, jauh sebelumnya sudah terdapat sejumlah paham keagamaan sempalan di Indonesia, yang mungkin karena struktur masyarakat muslim Indonesia yang heterogen dan sikap akomodatif masyarakat muslim menyebabkan paham-paham keagamaan yang ada mudah diterima hingga tumbuh subur dan berkembang. Hal ini bertentangan dengan firman Allah dalam surat Al-Israa:36
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ
 “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (Al Isra:36)

Ayat di atas menegaskan bahwa Allah melarang manusia untuk melakukan pekerjaan yang tidak ada ilmu pengetahuan tentangnya. Pada kenyataannya banyak uamt Islam yang memiliki semangat yang kuat dalam mengamalkan ajaran Islam namun minim ilmu. Hal ini menjadi penyebab bagi seseorang dipengaruhi oleh paham-paham sempalan. Hal ini relevan dengan pernyataan Martin van Bruinessen yang menyebut bahwa salah satu gejala yang menonjol dalam beberapa gerakan adalah pendidikan dan pengetahuan agama yang relatif sedikit, tetapi diimbangi dengan semangat keagamaan yang tinggi.[4] Herbert G. Hicks berpendapat bahwa ada berbagai macam alasan orang ikut atau mendirikan organisasi atau kelompok. Pertama, alasan sosial (social reasons) artinya banyak organisasi dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam pergaulan. Kedua, alasan material (material reasons) melalui bantuan organisasi, manusia dapat melakukan tiga hal; memperbesar  kemampuan, menghemat waktu dan menarik manfaat dari pengetahuan generasi sebelumnya.[5]Namun jika dibaca dari persepektif sosiologis, kemunculan paham sempalan itu sebenarnya tidak terlalu problematik, tetapi akan sangat bermasalah ketika ditinjau dari sisi politik dan paham keagamaan mayoritas umat Islam pada saat ini.[6]
Oleh karena itu, kajian ini akan melihat eksistensi paham-paham keagamaan dalam interpretasi sosiologi menurut al-Qur’an. Dengan tujuan mendeskripsikan dinamika kehidupan paham-paham keagamaan serta interpretasi sosiologis dan bagaimana al-Qur’an memandang hal ini.

II.    Dinamika Paham-paham Keagamaan dalam Interpretasi Sosiologis
A.    Latar Belakang Muncul Paham-paham Dalam Islam
Di Indonesia, gerakan kelompok Islam dapat dipandang sebagai kelompok gerakan radikal yang relative sering muncul ke permukaan. Tidak hanya karena kelompok Islam merupakan mayoritas di Indonesia, tetapi juga karena ideology jihad dalam Islam dapat mendorong radikalisasi paham-paham Fanatik di Indonesia. Tetapi semangat jihad itu sendiri tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang ikut mempengaruhi munculnya semangat jihad kelompok masyarakat Islam seperti faktor ideologi politik, sosial budaya, solidaritas dan doktrin teologi.[7]
Secara sosiologis terdapat beberapa tingkatan umat Islam dalam mengamalkan ajaran Islam, yakni :
1.      Islam Millah
2.      Islam Syari’ah
3.      Islam Jam’iyah
4.      Islam ‘Amaliyah
Secara psikologis terdapat empat tugas dalam beragama, yakni:
1.      Sebagai privat religious
2.      Sebagai kolegal religious
3.      Sebagai group religious
4.      Sebagai public religious
Manusia yang mengamalkan ajaran Islam pada tingkat Islam Jam’iyah dan group religious menjadi gerbang munculnya berbagai macam paham keagamaan. Perbedaan pemahaman terhadap ajaran Islam terus berkembang sepanjang masa akibat dari perbedaan interpretasi dan pengamalan teks-teks al-Qur’an dan al-Hadis.
Selain itu dalam studi Islam dengan pendekatan sosiologis, berkembang beragam pendapat tentang latar belakang muncul dan berkembangnya paham-paham keagamaan, di antaranya adalah sebagai berikut :[8]
1.      Sejumlah ulama melihat bahwa muncul dan berkembangnya aliran keagamaan disebabkan oleh ketidaktahuan para penganutnya terhadap ajaran Islam dan berbagai aspeknya.[9]
2.      Menurut Azyumardi Azra, muncul dan berkembangnya beragam aliran atau paham keagamaan yang menyimpang dari paham keagamaan dan mainstream yang berlaku dipercepat oleh kenyataan yang berlangsungnya perubahan-perubahan sosial-ekonomi yang begitu cepat dengan sedikit latah, bisa juga disebabkan oleh globalisasi yang menimbulkan disrupsi disorientasi, atau dislokasi psokologis dalam kalangan tertentu masyarakat. Selain itu,kemunculan mereka juga bisa di dorong oleh ketidakpuasan terhadap paham, gerakan atau organisasi keagamaan mapan, yang mereka pandang tidak mampu lagi mengakomodasi pengembaraan keagamaan mereka.[10]
3.      Terdapat indikasi kuat telah terjadi fragmentasi otoritas atas interpretasi teks kitab suci (al-Qur’an) yang berimplikasi pada pergeseran otoritas keagamaan.[11]
Selain faktor yang melatarbelakangi munculnya suatu paham agama, motif dan tipikal paham keagamaan dibedakan atas: Pertama, pandangan tentang kemurnian agama (purifikasi) yang tidak hanya terbatas pada praktek keberagaman, melainkan juga pemurnian atas sumber agama itu sendiri, yakni penolakan atas sumber selain al-Qur’an. Kedua, dorongan untuk mendobrak kemapanan paham keagamaan mainstream, khususnya yang berkaitan dengan kebebasan bagi setiap individu muslim untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dalam memahami ajaran Islam tidak terikat pada struktur taklid dalam bentuk apapun[12]. Ketiga, pandangan tentang sistem kemasyarakatan yang diidealisasikan, seperti sistem kepemimpinan tunggal di bawah seorang amir atau sistem ummah wâhidah. Keempat, sikap terhadap pengaruh ideologi yang berasal dari Barat dan pengaruh modernisasi, dengan menempatkan Islam sebagai ideologi yang unggul atas ideologi apapun.[13]
Adapun tipologi aliran keagamaan atau gerakaan keagamaan oleh para sosiologi diklasifikasi menjadi tiga, yaitu , yaitu endogenous religious movement, exogenous religious movement menunjuk pada usaha-usaha mengubah karakteristik internal agama, dengan berusaha menghidupkan organisasi-organisasi keagamaan. Tipe kedua ini sangat mementingkan aspek survivalitas, kehidupan ekonomi, status, dan ideologi,agar organisasi agama dapat dijamin tetap bertahan dalam keseimbangan atau harmonis dengan lingkungannya. Generative religious movement, adalah gerakan keagamaan yang berusaha mengubah satu atau beberapa aspek ajaran agama, hingga terbentuknya satu agama baru.[14]
Dari berbagai penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada banyak yang melatarbelakangi muncul dan berkembangnya paham-paham keagamaan. Mulai dari perbedaan tingkatan pengetahuan para penganut terhadap ajaran Islam dan berbagai aspeknya, hingga sikap yang diambil oleh umat Islam terhadap ideologi yang berasal dari luar.

B.     Paham-paham Keagamaan yang Berkembang di Indonesia
Paham-paham keagamaan yang berkembang di Indonesia berdasarkan fatwa MUI dikelompokkan pada tiga kategori, 1) aliran tidak sesat, 2) aliran sesat, dan 3) aliran kebatinan yang harus diwaspadai.[15] Paham-paham yang ajarannya tidak menyimpang/sesat yakni:
1.      Muhammadiyah
2.      Nahdatul Ulama
3.      Syi’ah
4.      Jama’ah Tabligh
5.      Majlis Tafsir Al-Qur’an
6.      Front Pembela Islam
7.      Hidzbut Tahrir
Adapun paham-paham keagamaan yang dianggap sesat adalah sebagai berikut:
1.      Lembaga Dakwah Islamiyyah Indonesia (LDII)
2.      Negara Islam Indonesia (NII) KW-9 / Az-Zaitun
3.      Salamullah
4.      Al-Qiyadah Al-Islamiyah
5.      Jemaah Ngaji Lelaku
6.      Al-Qur'an Suci
7.      Ingkar Sunnah
8.      Isa Bugis
9.      Ahmadiyah
10.  Baha'i
11.  Jaringan Islam Liberal
12.  Al-Quran Suci
13.  Mahesa Kurung
14.  Wahidiyyah
15.  Islam sejati
16.  Ahmad Sayuti (Nabi Palsu)
17.  Darul Arqam
Kemudian terdapat 133 aliran-aliran kebatinan Islam di Indonesia menurut H.M. Danuwiyoto tidak terlepas dari pengaruh ajaran Syekh Siti Jenar pada abad ke-14 Masehi yang dianggap sesat oleh para Wali yang ada di Indonesia saat itu. Berikut ini adalah beberapa aliran kebatinan yang berkembang di Indonesia :
1. Perjalanan Tri Luhur Bangkalan
2. Agama Baru Banyu Urip
3. Ilmu Laduni Sepalu, Bantul
4. Kasunyatan Ngantek
5. Pekerjaan Baru Hadisono Guasar,Banyumas
6. Moyah Kaki Kroya
7.Tri Luhur Tulus Blitar
8. Murti Tomo Waskito,
9. Paguyuban Pambuko Jiwa
10.Purwatin Sanggar Penataran
Melihat betapa banyaknya aliran yang menyimpang dari Islam, satu-satunya jalan untuk menghindarinya adalah memperdalam pengetahuan kita tentang agama Islam yang sesuai dengan Al-Quran, hadits dan mayoritas (jumhur) ulama yang ada.

C.     Eksistensi Paham-paham Keagamaan dalam Interpretasi Sosiologis Menurut Islam
Keberdaan paham-paham keagamaan sebagai wujud dari fitrah manusia yang diciptakan berkelompok yang secara struktural menimbulkan berbagai perbedaan pemikiran dan pemahaman sehingga terbuka ruang untuk berbeda paham dan pendapat . Sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-hujuran :13
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.”
Al-Maraghi menafsirkan kalimat “wa ja’alnakum Syu’uban wa qobaailan lita’arafu” sebagai perintah untuk saling mengenal dan tidak saling meninggalkan.[16] Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa pada fitrahnya manusia diciptakan berkelompok-kelompok, hal ini menjadi gerbang lahirnya paham-paham keagamaan yang juga berimbas pada hubungan sosial antar masyarakat.
Kemudian firman Allah surat Ali Imran ayat 112:

ôMt/ÎŽàÑ ãNÍköŽn=tã èp©9Ïe%!$# tûøïr& $tB (#þqàÿÉ)èO žwÎ) 9@ö6pt¿2 z`ÏiB «!$# 9@ö6ymur z`ÏiB Ĩ$¨Y9$#
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.”
Al-Maraghi menafsirkan kata “dzillah” yakni kehinaan bagi manusia merupakan hal lazim .[17]Kelaziman hinanya manusia merupakan akibat dari sering terjadinya konflik antar manusia. Hendropuspito mengemukakan bahwa paling tidak ada empat hal pokok sebagai sumber konflik sosial yang bersumber dari agama, yaitu:

1.      Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental
Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.
2.      Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama
Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.
3.       Perbedaan Tingkat Kebudayaan
Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.
4.      Masalah Mayoritas da Minoritas Golongan Agama
Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.
Untuk menghindari beberapa faktor munculnya konflik antar manusia yang menyebabkan mereka hina sebagaimana disebutkan di atas, maka kalimat “bihablin minnallah wa hablin minannas” pada ayat sama bias menjadi solusi tetap akan permasalah ini. Manusia diperintahkan untuk menjaga hubungan baik dengan Allah (hablum minallah) dan hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas) agar terhindar dari kehinaan.

 Dalil lain yang relevan dengan keberagaman kelompok manusia adalah firman Allah surat as-Syuro ayat 8:
öqs9ur uä!$x© ª!$# öNßgn=yèpgm: Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur ã@Åzôム`tB âä!$t±o Îû ¾ÏmÏFuH÷qu 4 tbqçHÍ>»©à9$#ur $tB Mçlm; `ÏiB <cÍ<ur Ÿwur AŽÅÁtR ÇÑÈ
“Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong.”[18]
            Dalil berikutnya adalah firman Allah surat an-Nisa’ ayat : 1
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya.Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.”
            Menurut Quraish Shihab ayat ini menjelaskan bahwa Tuhan yang telah menciptakan kalian dari satu nafs (jiwa). Dari satu nafs itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari sepasang nafs tersebut Dia kemudian memperkembangbiakkan banyak laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya dari nafs yang satu itulah kalian berasal.[19]
Beberapa ayat tersebut di atas merupakan acuan bagi paham-paham keagamaan untuk tetap eksis namun menjaga hubungan baik antar manusia meskipun memiliki pemahaman yang berbeda. Sebab manusia pada fitrahnya merupakan makhluk sosial dan di sisi lain mereka memiliki ego atas pendapat mereka sendiri.













III.       Penutup
Kesimpulan
Keberadaan paham-paham keagamaan bukanlah sesuatu yang tabu saat ini.paham apapun yang dipasarkan di Indonesia pasti ada peminat. Indonesia adalah lahan subur bagi persemaian paham keagamaan. Ungkapan “setiap benih yang kau tanam di Indonesia pastilah tumbuh” benar-benar terbukti dan nyata baik pada masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Kenyataan ini dibolehkan al-Qur’an, sebab fitrah manusia diciptakan sebagai makhluk social dan individu. Sebagai makhluk sosial manusia saling membutuhkan satu sama lain, namun sebagai makhluk individu manusia berkeinginan kuat dalam menonjolkan pendapat masing-masing.
Pada dasarnya paham-paham keagamaan yang ada merujuk pada sumber yang sama hanya saja tingkat pemahaman dan pengetahuan dalam menjalankan agama yang berbeda, sehingga masyarakat yang mengamalkan ajaran Islam pada tingkatan terendah akan sangat mudah dipengaruhi oleh paham-paham yang ada. Baik paham yang sesuai dengan ajaran Islam maupun paham sempalan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar