I. Pendahuluan
Bahasa Arab merupakan salah satu
mata pelajaran yang diajarkan dalam dunia pendidikan, khususnya di instansi atau sekolah-sekolah Islam baik negeri maupun swasta. Perubahan kurikulum pendidikan tidak menjadikan Bahasa Arab
hilang dari posisi tersebut.
Materi bahasa arab terdiri dari
beberapa keterampilan yaitu; maharah istima’, maharah kalam, maharah qira’ah,
dan maharah kitabah. Dalam makalah ini akan dibahas dua keterampilan dari empat
keterampilan bahasa tersebut, yakni keterampilan membaca dan menulis khususnya pada
pembahasan tadrib atau latihan yang diberikan pada keterampilan membaca dan
manulis.
II.
Pembahasan
A.
Latihan Maharah Qira’ah
Keterampilan membaca (maharah qira’ah)
adalah kemampuan mengenali dan memahami isi sesuatu yang tertulis dengan
melafazkan atau mencernanya di dalam hati. Membaca hakekatnya adalah proses
komunikasi antara pembaca dengan penulis melalui teks yang ditulisnya, maka
secara lansung di dalamnya ada hubungan kognitif antara bahasa lisan dan bahasa
tulis.[1]
Agar pengajaran kemahiran membaca dapat terarah kepada tujuan, maka
bacaan-bacaan yang disajikan perlu dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan atau
model-model latihan. Bentuk dan sistematika pertanyaan disesuaikan dengan
tujuan atau jenis membaca atau mengalaman belajar apa yang ingin dilatihkan
kepada siswa.[2]
1.
Belajar memperkaya kosa kata
Kosa kata merupakan salah satu unsur bahasa yang harus dikuasai
untuk memperoleh kemahiran berbahasa, termasuk kemahiran membaca. Pada bagian
terdahulu telah dijelaskan berbagai jenis kosa kata, dan macam-macam teknik
yang bisa digunakan oleh pengajar untuk membantu siswa memahami makna kata dan
memperkaya perbendaharaan kosa kata anak.
Satu kegiatan yang perlu digarisbawahi dalam hubungan dengan
kegiatan membaca, siswa hendaknya dibiasakan untuk menggunakan kamus.
Keretampilan menggunakan kamus sangat penting untuk mengembangkan pengetahuan
siswa.
Untuk memperkaya kosa kata perlu latihan-latihan :
a.
Mencari padanan kata /sinonim
b.
Mencari lawan kata/ antonym
c.
Mencari makna lain dari kata yang sama
d.
Mencari bentuk jamak dari kata tunggal dan sebaliknya
e.
Mencari bentuk mudhari’ dari madhi dan sebaliknya.[3]
2.
Belajar mengenal (kognisi) isi bacaan
Mengenal isi bacaan bertingkat-tingkat intensitasnya. Ada yang
membaginya menjadi dua tingkatan, yaitu mengenali hal yang eksplisit dan
implisit dalam teks. Ada yang membaginya menjadi tiga, yaitu mengenali apa yang
ada pada teks, yang ada dibalik teks, dan apa yang diseberang
teks.tingkatan-tingkatan ini bisa dirujuk kepada Taksonomi Bloom yang membagi
pertanyaan menjadi 6 tingkatan : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis dan evaluasi.
Keenam tingkatan ini akan diuraikan lebih lanjut sebagai bentuk
pengalaman belajar dalam menghadapi sebuah teks bacaan. Namun harus dinyatakan
sejak awal bahwa penerapannya dalam proses belajar-mengajar harus disesuiakan
dengan tingkatan kemampuan berpikir siswa, bentuk teks bacaan dan tingkatan
kesulitannya.[4]
a.
Belajar mengetahui dan mengingat
Siswa belajar mengetahui (al-ma’rifah) dan mengingat (al-tadzkkur)
informasi berupa fakta-fakta atau definisi-definisi tentang sesuatu dari teks
yang dibacanya. Jenis pertanyaan yang bisa dipakai untuk membimbing siswa
menemukan informasi tersebut adalah man, ma, ayna, mata.
Pertanyaan-pertanyaan tingkat pertama ini tampaknya sepele, tapi
cukup penting artinya sebagai landasan untuk berpikir lebih lanjut atau
mengenal isi teks pada tingkat yang lebih tinggi.
b.
Belajar memahami
Siswa belajar memahami (al-fahm) dan menguasai (al-isti’ab)
sesuatu dari teks berdasarkan fakta-fakta yang telah ia temukan (pada tingkat
pertama). Pada tingkat kedua, siswa tidak hanya dituntut untuk mengetahui dan
mengingat, melainkan memahami secara sungguh-sungguh fakta-fakta yang telah ia
ketahui, dan mampu menerangkannya kembali dengan menggunakan kalimat atau
ungkapannya sendiri.
Jenis pertanyaan yang biasa dipakai untuk memberikan pengalaman
belajar tingkat kedua ini antara lain : lima;dza, mal-ladzi, isyrah, bayyin,
qarin.
c.
Belajar mengaplikasikan pengetahuan
Siswa tidak cukup hanya bisa menyebutkan, menerangkan, dan
menafsirkan informasi, tetapi dituntut pula untuk bisa mengaplikasikan atau
menerapkannya.
Menggunakan informasi yang diperolehnya dari teks untuk memecahkan
suatu masalah juga termasuk dalam tingkat aplikasi ini. Kata-kata yang biasa
digunakan dalam pertanyaan aplikatif antara lain : kaifa, ayyuhuma, ha;t
mitsalan, ikhtar.
d.
Belajar menganalisis
Belajar menganalisis menuntut siswa berfikir secara kritis dan
mendalam, untuk menentukan sesuatu yang tidak dinyatakan secara eksplisit dalam
teks. Menentukan ide poko dalam kalimat atau paragraph bisa digolongkan dalam
belajar menganalisis. Dalm hal ini siswa perlu dikenalkan dengan kata-kata
penghubung yang bisa dijadikan acuan menentukan ide pokok seperti li’anna,
li’annahu dan sebagainya.
e.
Belajar mensintesis
Melakukan sintesis adalah merangkum bagian-bagian dalam teks untuk
ditampilkan kembali dengan “baju baru” atau dalam sebuah karangan yang sama
sekali baru dan orisinal. Hal ini memerlukan kreativitas siswa, misalnya
membuat bagan, denah, skema, grafik, dan sejenisnya untuk menjelaskan isi teks.
f.
Belajar mengevaluasi
Tingkatan keenam dai pengalaman belajar menghadapi sebuah teks
adalah melakukan evaluasi. Dalam hal ini siswa dituntut untuk menilai kualitas
atau manfaat dari teks yang dipelajari, baik menyangkut sistematika maupun
gagasan yang termuat di dalam teks tersebut. Penilaian itu harus didasarkan
atas kriteria-kriteria yang jelas, apakah itu standard objektif, ataukah
nilai-nilai pribadi. Hasil penilaian siswa mungkin akan berbeda-beda, baik
karena perbedaan kriteria yang dipakai atau perbedaan sudut pandang, tapi
perbedaan ini justru diharapkan.
Pertanyaan yang biasanya digunakan pada tingkat ini misalnya :
ma ra’yuka ?, hal anta muwafiq ? limadza ? hal hadzihi al-maqalah mufidah ?
dan sebagainya.
3.
Belajar mengenal pola kalimat
Ada bahan bacaan yang disajikan dengan tujuan untuk memperkenalkan
pola kalimat baru kepada siswa. Untuk itu harus dipersiapkan latihan guna
memantapkan pola kalimat tersebut. Secara lisan maupun tulis. Dalam hubungan
ini, bila dianggap perlu siswa juga bisa dilatih untuk mengenal fungsi-fungsi
gramatikal dari kata dalam kalimat, misalnya mengetahui mana fail dari
sebuah fiil, mana maf’ulbih dari fiil muta'addi, mana ism
inna adan khabarnya, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk membantu
pemahaman teks. Tapi harus dibatasi seperlunya agar pelajaran qira’ah tidak
berubah menjadi pelajaran nahwu.[5]
B.
Latihan Maharah Kitabah
1.
Pengertian Kitabah (Menulis)
Maharah Kitabah (writing skill) adalah
kemampuan dalam mengekspresikan atau mengungkapkan isi pikiran mulai dari aspek
yang paling sederhana seperti menulis kata-kata sampai kepada aspek yang
kompleks yaitu mengarang.[6]
Adapun kitabah
atau menulis merupakan suatu proses kreatif yang banyak
melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat). Menulis
tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak ide, gagasan, pendapat,
pikiran, perasaan, serta obsesi yang akan dituliskannya. Walaupun secara teknis
ada kriteria-kriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan
itu sangat bergantung pada kepiawaian, imajinasi, dan kreativitas penulis dalam
mengungkapkan gagasan.
Kitabah (menulis)
dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang rumit, karenanya keterampilan
ini harus diurutkan setelah periode pelajaran yang menekankan pada bunyi (marhalah
shawtiyyah). Marhalah tersebut lebih terfokus pada aspek menyimak
dan bicara. Kitabah sering difahami hanya sebatas mengkopi (naskh)
dan mengeja (tahajju’ah), namun kitabah sebenarnya juga mencakup beragam
proses kognitif untuk mengungkap apa yang diinginkan seseorang. Dengan demikian
keterampilan ini merupakan latihan mengatur ide-ide dan pengetahuan lalu
menyampaikan dalam bentuk simbol-simbol huruf. Akan tetapi bagaimana pelajaran kitabah
itu sebenarnya adalah tergantung pada bagaimana pula situasi dan kondisi
belajar atau peserta didiknya.
Menulis juga merupakan sebuah ketrampilan
berbahasa yang terpadu, yang ditunjukan untuk menghasilkan sesuatu yang disebut
tulisan. Sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam kegiatan
menulis, yaitu:
· Penguasaan bahasa tulis, meliputi kosa kata,
struktur, kalimat, paragraf, ejaan, fragmatik dan sebagainnya.
· Penguasaan isi karangan sesuai dengan topik
yang akan ditulis.
· Penguasaan tentang jenis-jenis tulisan. Yaitu
bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga
membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita
pendek, makalah dan sebagainnya.
Namun diantara para pemerhati bahasa banyak yang menafikan
pentingnya fungsi tata bahasa dalam mempelajari bahasa asing bahkan diantara
mereka juga mengatakan bahwa pelajaran tata bahasa bukanlah hal yang memiliki
urgenitas tinggi dalam pembelajaran bahasa dan bahkan tidak di butuhkan dalam
pembelajaran berbicara. Karena tata bahasa (qawa‟id) dianggapnya akan memasung
kreatifitas pembelajar untuk berbicara. Pendapat demikian itu bukan berarti
benar untuk selamanya, akan tetapi sangat relatif kerena kebenaran pendapat
tersebut akan valid jika pembelajaran yang di maksud adalah pemula dan baru
mengenal bahasa arab sehingga ia langsung di ajarkan tata bahasa -yang nota
bene memang harus proses mengahafal rumus dan kaidah-kaidah tata bahasa- maka
ia akan merasa kesulitan, akan tetapi jika materi tersebut diberikan bagi
mereka yang sudah agak mahir dengan seperangkat kosa kata yang mencukupi, maka
pembelajaran tata bahasa itu sendiri akan menjadi sebuah kebutuhan guna
mengoreksi dan mengarahkan bahasanya agar baik dan benar disaat menuangkan pikirannya
dalam sebuah tulisan.
2.
Aspek-aspek dalam Maharah Kitabah
Kemahiran menulis mempunyai dua aspek, tetapi
dalam hubungan yang berbeda.Pertama, kemahiran membentuk huruf dan
menguasai ejaan; kedua, kemahiran melahirkan fikiran dan perasaan dengan
tulisan.[7]
a.
Kemahiran Membentuk Huruf dan Menguasai Ejaan
Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa inti maharah kitabah adalah
terletak pada aspek yang kedua yaitu melahirkan fikiran dan perasaan dengan
tulisan.Namun kemahiran dalam membentuk huruf (aspek pertama) sangatlah
mendasari keberhasilan dari aspek kedua tersebut.
Maka kemampuan menulis alphabet Arab harus dilatih sejak tingkat
permulaan, dan dalam tingkat selanjutnya pembinaan harus tetap dilakukan
sebagai variasi kegiatan pembelajaran. Adapun kemampuan menulis huruf arab
harus dilakukan secara benar dari berbagai posisinya. Dalam hal ini segi
artistic (khat) tidak terlalu penting,meskipun tidak boleh diabaikan,kecuali
bagi calon guru bahasa arab dan guru agama yang memang dituntut oleh profesinya
untuk bisa menulis Arab tidak saja benar tetapi juga baik.
Adapun ejaan sendiri adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi
dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) dan penggunaan tanda baca. Mengeja berarti
menyebutkan atau melafalkan huruf-huruf satu demi satu.Kemahiran mengeja ini
merupakan salah satu upaya pembinaan kemahiran menulis. Sebagaimana diketahui
bahwa mengeja alphabet arab ini juga sangat berlainan dengan ejaan huruf Latin.
Latihan-latihan yang harus dilakukan
untuk meningkatkan kemahiran ejaan mencakup lisan dan tulisan. Cara
lainnya ialah melalui imal’/dikte. Imla’ adalah cara membacakan sesuatu dengan
keras supaya didengar oleh orang lain. [8]
b. Kemahiran mengungkapkan pikiran dengan
tulisan
Aspek ini merupakan inti dari kemahiran menulis.Setelah melalui berbagai
latihan, siswa diharapkan mahir dalam
menyatakan atau menuangkan isi pikiran dan perasaan dalam bentuk
tulisan. Dalam hal ini terdapat beberapa petunjuk umum berkaitan dengan
kemahiran mengungkapkan pikiran dengan tulisan dalam pembelajaran menulis,[9]
yaitu :
1)
Memperjelas materi yang dipelajari siswa
2)
Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa atau peserta didik
3)
Mulai mengajarkan menulis dengan waktu yang cukup
4)
Asas bertahap, dari yang sederhana berlanjut ke yang rumit. Contoh
pembelajaran dimulai dengann:
·
Menyalin huruf dan kata
·
Menulis kalimat sederhana
·
Menulis sebagian kalimat yang ada dalam teks atau percakapan
·
Menulis jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
·
Ilma’
·
Mengarang terarah
·
Mengarang bebas
·
Kebebasan menulis
·
Pembelajaran khat
·
Pembelajaran imla’.
·
3.
Tahap-tahap Latihan dalam Maharah Kitabah
Untuk melatih siswa dalam meningkatkan
keterampilan menulis, ada beberapa bentuk tahapan dalam latihan kitabah
(menulis) oleh siswa, antara lain :
a.
Mencontoh
Kegiatan mencontoh sepintas nampaknya tidak ada gunanya dan membuang-buang
waktu saja.Tetapi sebenarnya aktivitas semacam ini tidaklah semudah yang kita
bayangkan.Tentu saja mencontoh ini diberikan pada tahap-tahap permulaan dan
juga untuk variasi pada tahap-tahap berikutnya.
Sesungguhnya mencontoh ini memang aktivitas yang mekanis, tidak berarti
siswa tidak akan belajar apa-apa. Pertama siswa belajar dan melatih menulis
dengan tepat sesuai dengan contoh.Kedua, siswa belajar mengeja dengan benar.
Ketiga, siswa berlatih enggunakan bahasa arab dengan benar.
b.
Reproduksi
Reproduksi merupakan menulis berdasarkan apa yang telah dipelajari secara
lisan. Dalam tahap ini siswa sudah mulai dilatih menulis tanpa ada model. Model
lisan tetap ada dan harus model yang benar-benar baik.
Jawaban latihan pada pola-pola kalimat yang biasanya dikerjakan secara
lisan dapat juga dipakai sebagai latihan menulis.
c.
Ilmak[10]
Imlak banyak sekali manfaatnya asal saja bahan yang diimlakkan dipilih
dengan cermat.Imlak disamping melatih ejaan juga melatih pendengaran.Bahkan
pemahaman juga dilatihkan sekaligus.
Macam-macam imlak ada dua:
1)
Imlak yang dipersiapkan sebelumnya. Siswa diberitahu sebelum materi atau
teks yang akan diimlakkan.
2)
Imalk yang tidak dipersiapkan sebelumnya. Siswa tidak diberitahu materi
atau teks yang akan diimlakkan.
Teknik pembetulan yang harus dilakukan adalah:
·
Guru sendiri yang memeriksa atau melakukan pembetulan, dengan mengumpulkan
semua hasil pekerjaan siswa dan dikerjakan di rumah.
·
Dipertukarkan antar sesame siswa dalam satu kelas
·
Setiap siswa mengoreksi hasil pekerjaannya sendiri
d.
Rekombinasi dan transformasi
Rekombinasi adalah latihan menggabungkan kalimat-kalimat yang mulanya
berdiri sendiri menjadi satu kalimat panjang yang utuh. Sedangkan transformasi
adalah latihan mengubah bentuk kalimat , dari kalimat positif menjadi kalimat
negative, dari kalimat berita menjadi kalimat Tanya, dan sebagainya.
e.
Mengarang terpimpin (insya’ muwajjah/guided composition)
Pada tahap ini siswa mulai dikenalkan dengan penulisan aliea,walaupun
sifatnya masih terpimpin.
Contoh :
اكتب القطعة التالية مع اختيار الأصح مما بين
القوسين !
اخذ القرطاس (في من) الدرج و اضع (ه ها) (على في)
المكتب
ثم اجلس (على فوق) الكرسي و اكتب رسالة (ل الى )
والدي
f.
Mengarang bebas (insya’ hurr/ free composition)
Tahap ini merupakan tahap yang melatih siswa mengutarakan hatinya dengan
memilih kata-kata dan pola kalimat dengan bebas.Namun guru hendaknya tetap
memberikan bimbingan dan pengarahan. Tanpa bimbingan dan arahan dari guru,
siswa bisa bingung,tidak tahu apa yang harus ditulisnya. Ada baiknya kalau
topic,unsur-unsur dan panjang karangan ditentukan oleh guru dan
mengikutsertakan siswa dalam penentuannya. Hendaknya selalu diingat bahwa tidak
semua orang dapat mengarang dengan mudah. Karena itu judul yang diberikan
hendaknya disesuaikan dengan kemampuan
dan tingkat kematangan anak.
Urutan tingkat kesukaran kurang lebih dapat dijadikan pedoman adalah,
sebagai berikut :
·
Menulis definisi kata sehari-hari.
·
Menulis kembali apa yang telah dipelajari sebelumnya dalam pelajaran (muthala’ah).
·
Menceritakan suatu kejadian atau peristiwa.
·
Memeriksa (mendeskripsikan) satu benda atau satu keadaan.
·
Menulis surat.
·
Menulis suatu topic tentang pengetahuan yang telah diketahuinya dari mata
pelajaran lain.
III.
Penutup
Kesimpulan
Secara garis besar latihan keterampilan membaca bisa dilakukan
dengan cara belajar memperkaya kosa kata, belajar mengenal (kognisi) isi
bacaan, dan belajar mengenal pola kalimat.
Sedangkan latihan keterampilan menulis bisa dilakukan dengan cara
mencontoh, reproduksi, imlak, rekombinasi dan transformasi, mengarang
terpimpin, dan mengarang bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar